PENGAMAT LINGKUNGAN UI DORONG PEMERINTAH TANAM MANGROVE SESUAIKAN DENGAN HABITAT DAN JENISNYA

Jakarta, www.indonesianews.my.id (27-01-2022) – Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) telah lama menjadi konsen para pemangku kepentingan di Indonesia. Konsekuensinya, konsep ini menghendaki pembangunan berjalan secara seimbang, antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan. 

Pemerintah berupaya keras menciptakan lapangan pekerjaan baru, dengan berbagai cara menarik investasi ke dalam negeri, namun perlu disadari, ada yang lebih bernilai (value added) yang tinggi, dari seluruh upaya itu, yakni pemerintah tetap berkomitmen menjaga kelestarian lingkungan.

Beberapa kasus, pemerintah memberikan penekanan agar Indonesia mengurangi ekspor bahan mentah. Ini adalah terobosan yang amat baik. Konsekuensinya kita harus siap mengamankan seluruh sumber daya, khususnya untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri, baik itu sumber daya terbarukan atau tidak terbarukan.

Konsekuensi lain dari konsep pembangunan berwawasan lingkungan adalah adanya kepedulian dan perhatian yang tinggi, dalam setiap aspek pembangunan agar lebih ramah terhadap lingkungan. Salah satu ancaman lingkungan yang nyata di wilayah pesisir adalah intensitas banjir rob, akibat luapan laut, dengan intensitas yang meningkat. Ini sungguh sangat mengancam, keberlangsungan aktivitas ekonomi, sekaligus menandai secara jelas, bahwa ada problem lingkungan yang amat serius, khususnya di wilayah pesisir. Sehingga berbagai terobosan program perlu dicanangkan.

Ancaman Wilayah Pesisir dari Bahaya Banjir Rob dan Tsunami

Kajian dan studi dari berbagai Lembaga, telah intensif menyebutkan ancaman banjir rob di berbagai wilayah pesisir, khususnya di pesisir utara Jakarta. Hilangnya ekosistem mangrove di berbagai lokasi di wilayah pesisir Jakarta, telah mendorong wilayah pesisir utara Jakarta, mendapat ancaman lebih banyak, dari bahaya alam, khususnya banjir rob.

Salah satu upaya, yang penting dilakukan adalah terus berupaya, menjaga kualitas lingkungan, khususnya lingkungan hidup. Di wilayah pesisir, tanaman mangrove memiliki peran dan fungsi yang amat vital. Baik fungsi secara ekologis, maupun fungsi secara ekonomis dan sosial lain.

Dr. Tarsoen Waryono, Pengamat Lingkungan Universitas Indonesia menyatakan kerusakan mangrove telah terjadi dari beberapa dekade, dan kini baru akan disikapi secara serius oleh pemerintah.

Menurutnya menanam memang hal yang sederhana dan mudah, akan tetapi untuk habitat mangrove perlu hati-hati karena dipengaruhi oleh air asin secara langsung, sedangkan mangrove memerlukan air payau, yaitu tingkat salinitasnya lebih rendah.

Pada habitat terdepan dengan air asin pohon yang mampu menyesuaikan (adaptasi) adalah jenis Api-api (Avicenia sp), dengan sistem perakaran lutut, dibelakang Avicenia akan tumbuh dengan baik komunitas jenis Rhizophora dan tercatat ada (10 jenis). Di belakang Rizophora merupakan habitat Bruguiera (tancang), dan beberapa jenis campuran Candelia (dungun), Tangal, Buta-buta, Ceriop (sentul), dan Soneratia yang hampir mendekati daratan, Jika ada aliran sungai merupakan habitat Nyipha sp (daon).

Secara ringkas menurutnya penanaman mangrove harus hati-hati terutama dalam penempatan jenis. Karena habitat mangrove merupakan pasir berlumpur dan dipengaruhi oleh salinitas (payau).  Bibit mangrove banyak ditemukan di berbagai lokasi di Indonesia. Bibit yang tersedia di Pramuka P. Seribu (DKI Jakarta), Brebes (Jateng), Gresik (Jatim), Gianyar (Bali), Ujung Pandan. 

Sambil menunggu anakan dari jenis-jenis yang lain seperti Avicenia dan Bruguiera, Candelia dan Ceriop dan lainnya, maka penanaman untuk tahap awal dilakukan pada habitat Rhizophora. Menetapkan habitat adalah kunci keberhasilan dan tidak semua haparan habitat ditanam dengan Rhizophora. Jadi menanam berdasarkan tempat tumbuh jenis.

Komitmen Pemerintah

Isu dunia saat ini dihadapkan pada permasalahan lingkungan yang demikian kompleks. Dunia telah memanfaatkan sumber daya alam, dengan kenaikan amat drastis, yang sangat sulit di-rem. Kesadaran untuk benar-benar menjaga sumber daya agar bisa dinikmati anak cucu, seolah makin jauh dari kesadaran publik.

Jika skenario mencegah kerusakan lingkungan tidak bisa dijalankan, maka milyaran umat manusia di muka bumi, akan lebih sering menghadapi masalah yang lebih pelik, berkaitan dengan intensitas bencana yang makin meningkat, akibat bumi dalam situasi yang kurang seimbang. Ini menjadi alasan pentingnya komitmen pemerintah untuk terus mengupayakan pembangunan berwawasan lingkungan.

Menurut salah satu sumber disebutkan komitmen pemerintah terkait rehabilitasi mangrove, yang akan dilakukan besar-besaran, menyusul pernyataan Presiden Jokowi untuk menargetkan 600 ribu hektar pada 2024. 

Ahmad Munir, alumni Geografi UI merespon positif komitmen untuk pemulihan ekosistem mangrove. “Ini salah satu wujud dan komitmen yang tinggi pada konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Tanpa upaya ke arah sana, pemulihan lingkungan sangat kecil bisa diharapkan. Sebagai masyarakat kami sangat mendukung upaya/komitmen tersebut” Tutur Munir. 

Dr. Tarsoen Waryono menyatakan kalau pemahaman habitat dan jenis menjadi konsep (perencanaan) rehabilitasi mangrove, maka penanaman yang dilakukan baik di Sumatera, P. Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua akan diperoleh hasil yang menggiurkan, karena target Tahun 2024 hanya 600 ribu ha.

Menurutnya, penanaman mangrove yang paling baik dengan jarak tanam 1 x 1 meter; artinya dalam satu ha, memerlukan bibit 10.000 batang. Jadi kalau 600 ribu ha, bibit yang diperlukan 6.000.000.000 batang, yang ditempatkan di masing-masing lokasi yang direncanakan untuk rehabilitasi mangrove. 

“Dengan perencanaan yang baik atas dasar habitat dan jenis mangrove, akan memudahkan kontrol bagi pemerintah daerah dalam rehabilitasi mangrove. Karena habitat-habitat mangrove menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (masuk ke dalam inventarisasi RTH), maka kegiatan tersebut menjadi tanggung-jawab Pemerintah Daerah dan atau pihak-pihak berkepentingan lainnya” Terang akademisi yang juga staf pengajar di Departemen Geografi UI. (Red)


Previous Post Next Post